Napak Tilas Reformasi - Memperingati Tragedi Mei '98
Hallo semua!
Yeay~ akhirnya ngeblog lagi. Dan akhirnya gue dapet bahan
buat dijadiin postingan Hahah~~
Kalian semua tau kan peristiwa Mei 1998? Hah nggak tau? Lupa?
Tau lah.. tau ya, biar cepet :v
Emang ada apa sih saat Mei 1998 itu?
Pada bulan Mei 1998,
terjadi kerusuhan pada tanggal 13-15 Mei 1998 yang berkaitan dengan sosial
politik yang merupakan akumulasi dari rangkaian tindakan kekerasan yang terjadi
sebelumnya seperti Pemilu 1997, penculikan sejumlah aktivis, krisis ekonomi,
Sidang Umum MPR-RI 1998, unjuk rasa mahasiswa yang terjadi secara terus
menerus, serta tewasnya 4 mahasiswa Universitas Trisakti. Kerusuhan tersebut
bukan hanya terjadi di Jakarta, tetapi juga terjadi di beberapa kota lainnya
seperti Solo, Medan, Surabaya, serta Palembang.
Nah, bisa dibayangin nggak sih, gimana rusuhnya Indonesia
saat itu? Hmm yang bisa gue bayangin sih pasti rusuh banget. Bahkan kata
almarhumah nenek gue, minimarket di dekat rumah gue juga sempat dijarah barang-barangnya
dan dibakar. Untungnya, para demonstran nggak sampe ngebakar rumah-rumah warga.
Kalian udah tau kan? Nah, minggu lalu pada tanggal 18 Mei 1998
2014, anak-anak Kancut Keblenger diundang untuk ikut Napak Tilas Reformasi
oleh KOMNAS Perempuan. Tahun ini adalah acaranya yang ke-empat kali
dilaksanakan. Ngapain aja? Kita diajak KOMNAS Perempuan untuk mengunjungi
tempat-tempat bersejarah terkait Tragedi Mei 1998. Seperti ke Museum Trisakti,
Gelanggang VOC, Mall Klender, dan tempat terakhir yang dikunjungi adalah TPU
Pondok Rangon.
Jadi ceritanya, pagi itu, gue, Kak Ayu dan Kak Picam udah
ada di Halte Busway Pulogadung untuk berangkat menuju KOMNAS Perempuan. Sampai
di halte Halimun, cukup jalan kaki aja menuju kantor Komnas Perempuan. Sampai
sana, kita ketemu Kak Elwi. Anak Kancut Keblenger yang juga bekerja di Komnas
Perempuan. Aduh Kak Elwi ini perhatian bener sama perempuan ya xoxo
Sayangnya, Ibu Kancut kita, Kak Vina nggak bisa dateng
karena sedang berduka cita atas meninggalnya tante Kak Vina. Kami turut
berbelasungkawa ya kak :”)
Sampai sana kita diberikan pengarahan. Kita bertiga ada di
bus 2, yang menuju ke Museum Trisakti – Pondok Rangon. Untung nggak ke Mall
Klender. Ntar sampe sana gue naik angkot dua kali, sampe rumah deh. Oiya, Mall Klender ini dulunya bernama plaza
Yogya Klender. Sampai sekarang gue juga masih ngerasa aneh sama itu Mall.
Karena dulunya, orang-orang banyak yang menjarah barang-barang di Mall
tersebut. Kemudian Mall itu dibakar habis bersama dengan orang-orang yang masih
tertinggal di dalamnya. Seram kali.-.
Sekitar jam 08.00 peserta sudah memasuki bus nya
masing-masing. Di dalam bus kita diberikan penjelasan maksud dan tujuan yang
disampaikan oleh perwakilan Komnas Perempuan. jam 08.15, bus pun bergerak
menuju Museum Trisakti. Selama perjalanan, kita diceritakan mengenai sejumlah
situs reformasi yaitu Trisakti, Kompleks Pertokoan Glodok, plaza Yogya Klender,
prasasti jarum Mei, dan kuburan masal yang merupakan saksi bisu dari Tragedi
1998.
Narator di bus 2 adalah seorang guru Sejarah yang telah
mengajar selama 25 tahun. Namanya Bu Ratna. Di awal narasinya beliau mengatakan
bahwa “Sebagai bangsa kita mampu dan harus berbuat lebih banyak, sekarang
seharusnya kita mempunyai keyakinan untuk membuka kembali kasus kasus pelanggaran
HAM berat dan mengatasi tantangan untuk membuka kebenaran mengenai tragedy ini.
Kita harus belajar dari kesalahan agar kita tidak terkutuk untuk
mengulanginya.”
![]() |
Beliau juga menceritakan bagaimana jatuhnya pemerintahan
Orde Baru dan Lahirnya Reformasi.
Pada tahun 98 MPR memutuskan bahwa Presiden Soeharto
diangkat kembali menjadi Presiden Indonesia yang ke-tujuh kalinya. Mendengar
kabar tersebut, terjadilah berbagai macam kericuhan dan tuntutan terhadap
pergantian presiden, demonstrasi yang dipicu oleh adanya krisis ekonomi yang
memberatkan hidup rakyat Indonesia yang dilakukan oleh mahasiswa di luar
Jakarta. Krisis ekonomi tersebut bermula dari krisis moneter yang juga terjadi
di negara Asia lainnya seperti Thailand, Korea Selatan, Filipina, dan Malaysia.
Keruntuhan ekonomi memiliki banyak faktor. Salah satunya
kelemahan politik ekonomi internal, munculnya krisis di Asia, yaitu runtuhnya
nilai mata uang yang memicu krisis keuangan. Serta nilai tukar rupiah yang
semakin menurun. Pada akhir Oktober 1997 menjadi RP 400/us$, dan pada Januari
mencapai angka Rp 17.000/us$, bursa saham hancur dan hampir semua perusahaan
modern di Indonesia bangkrut. Udah tau keadaan Indonesia lagi hancur-hancurnya,
pemerintah masih belum sadar terhadap realitas. Perjanjian dengan IMF pada
bulan Oktober mengakibatkan ditutupnya 16 bank, tetapi dua bank yang menjadi
milik Soeharto dibuka kembali. Rezim ini mengakibatkan nepotisme, korupsi dan
inkompetensi, tetapi suara-suara yang menuntut Reformasi tidak mendatangkan
hasil.
Pada akhir Januari 1998, Soeharto mencalonkan diri untuk
masa kepresidenan yang ketujuh dan mengisyaratkan bahwa dia menginginkan
Habibie sebagai wakil presiden. Beliau juga menunjuk orang-orang kepercayaannya
untuk masuk dalam posisi penting yang tentunya dipersiapkan untuk mengamankan
jalannya sidang MPR pada bulan Maret. Sebelum sidang berlangsung, telah terjadi
penculikan terhadap 20 aktivis mahasiswa oleh aparat keamanan, sembilan di
antaranya kemungkinan dibunuh, dan Prabowolah yang diyakini sebagai dalang dari
kematian para mahasiswa ini. Keputusan sidang MPR akhirnya memutuskan Soeharto
sebagai presiden dan tuntutan reformasipun semakin meningkat seiring dengan
semakin memburuknya krisis ekonomi, demonstrasi mahasiswa yang semula diawali
dengan orasi di dalam kampus mulai turun ke jalan dan kerusuhan besar terjadi
pertama di Medan.
Lagi asik-asiknya diceritain tentang sejarah pemerintahan
orde baru, tiba-tiba bus kita udah sampe aja di kampus Trisakti. Di depan
gerbang, kita udah disambut sama ‘tour guide’ dari kampus Trisakti untuk
menjelaskan kejadian-kejadian yang menimpa mahasiswa Trisakti pada tahun ’98
tersebut.
Nggak ada beberapa centi dari gerbang, kita disambut sama
titik penembakan mahasiswa Trisakti yang pertama.
Mahasiswa yang pertama, korban dari Tragedi Mei 1998 ini
bernama Hendriawan Sie. Beliau merupakan aktivis paling terdepan. Hendriawan Sie tertembak pada bagian lehernya saat dia berdiri di balik pagar kampus Trisakti.
Mahasiswa yang kedua ditembak adalah Elang Mulya Lesmana. Merupakan mahasiswa Tekhnik Arsitek tahun 1996 ini bukanlah seorang aktivis seperti Hendriawan Sie. Elang tertembak pada bagian dadanya dan peluru diduga berasal dari anggota kepolisian. Menurut penjelasan narator, aparat kepolisian saat itu berada di atas flyover di depan kampus Trisakti. Kalau mengukur jarak antar flyover dan titik tertembaknya Elang Mulya, bisa dipastikan kalau yang menembak Elang Mulya adalah aparat kepolisian yang handal dalam menembak.
Mahasiswa yang kedua ditembak adalah Elang Mulya Lesmana. Merupakan mahasiswa Tekhnik Arsitek tahun 1996 ini bukanlah seorang aktivis seperti Hendriawan Sie. Elang tertembak pada bagian dadanya dan peluru diduga berasal dari anggota kepolisian. Menurut penjelasan narator, aparat kepolisian saat itu berada di atas flyover di depan kampus Trisakti. Kalau mengukur jarak antar flyover dan titik tertembaknya Elang Mulya, bisa dipastikan kalau yang menembak Elang Mulya adalah aparat kepolisian yang handal dalam menembak.
Mahasiswa ketiga bernama Hafidhin Royan. Merupakan mahasiswa Fakultas Teknik Sipil Universitas Trisakti. Beliau juga bukan merupakan seorang aktivis.
![]() |
Mahasiswa keempat yang tertembak saat Tragedi Mei 98 bernama Heri Hartanto. Mahasiswa Fakultas Teknologi Industri angkatan 1995. Maafkan atas fotonya. Titik penembakannya dipake buat parkir mobil (memang sebenarnya titik penembakannya di parkiran sih)
Setelah diajak ke titik titik tewasnya keempat mahasiswa
Trisakti, kita pun diajak untuk masuk ke dalam museum Trisakti. Di dalam museum, kita bisa lihat runtutan cerita yang terjadi pada saat Mei 1998 dan beberapa barang-barang milik para korban yang masih ada sampai sekarang. Karena saat itu gue telat masuk museumnya, jadi nggak ngedengerin naratornya cerita dari awal. Liat foto-fotonya aja yah. Cekidots~
Pas baru masuk, yang langsung terlihat adalah papan putih yang ditegakkan di tengah-tengah ruangan museum. Ternyata, papan ini adalah papan yang dipakai untuk menggotong jenazah Hendriawan Sie.

Ini yang paling gue suka. Bekas penembakan yang dilakukan oleh aparat kepolisian saat itu masih ada, masih utuh, dan sekarang dipajang di Museum Trisakti. Kesannya keren banget ya. Tapi jadi nggak keren lagi mengingat bahwa banyak yang menderita, banyak korban dibalik kaca tersebut..
Nah. Di sisi kiri dari museum ini, dipajanglah foto para korban pada Tragedi Mei '98. Maaf blur :v
Jadi di dalam Museum Trisakti tersebut banyak banget foto-foto pada saat Tragedi Mei '98. Nggak bisa ngebayangin. Jalanan yang baru saja gue lewatin 16 tahun yang lalu penuh dengan para mahasiswa yang berdemonstrasi menuntut adanya Reformasi.
Setelah selesai dengan penjelasan narator, kitapun kembali ke dalam bus. Dan selanjutnya kita akan menuju ke TPU Pondok Rangon. Di sana, kita ketemu dengan Wakil Gubernur Jakarta loh. Dan kak picam berhasil selfie dengan beliau! Hihi~
Pas baru masuk, yang langsung terlihat adalah papan putih yang ditegakkan di tengah-tengah ruangan museum. Ternyata, papan ini adalah papan yang dipakai untuk menggotong jenazah Hendriawan Sie.

Ini yang paling gue suka. Bekas penembakan yang dilakukan oleh aparat kepolisian saat itu masih ada, masih utuh, dan sekarang dipajang di Museum Trisakti. Kesannya keren banget ya. Tapi jadi nggak keren lagi mengingat bahwa banyak yang menderita, banyak korban dibalik kaca tersebut..
Nah. Di sisi kiri dari museum ini, dipajanglah foto para korban pada Tragedi Mei '98. Maaf blur :v
![]() |
titik penembakan Hafidhin Royan |
Jadi di dalam Museum Trisakti tersebut banyak banget foto-foto pada saat Tragedi Mei '98. Nggak bisa ngebayangin. Jalanan yang baru saja gue lewatin 16 tahun yang lalu penuh dengan para mahasiswa yang berdemonstrasi menuntut adanya Reformasi.
Setelah selesai dengan penjelasan narator, kitapun kembali ke dalam bus. Dan selanjutnya kita akan menuju ke TPU Pondok Rangon. Di sana, kita ketemu dengan Wakil Gubernur Jakarta loh. Dan kak picam berhasil selfie dengan beliau! Hihi~
Jadi ini acara napak tilas kemaren. Entahlah, gue nggak begitu tau menau soal tragedi itu. Yang jelas, itu cukup surem. :/
ReplyDeleteiyaaa hoho belum selesai masih ada part 2 nya~ aku juga gatau.-. aku baru lahir :3
Deletewihh, ada nama ku disebut dalam tulisan ini... Tulisannya keren nihhh ...
ReplyDeleteSebagai informasi tambahan saja, Napak Tilas Reformasi ini merupakan salah satu upaya nyata dari Komnas Perempuan untuk merawat ingatan guna mencegah keberulangan tragedi. Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) menemukan bahwa ada 85 perempuan korban perkosaan masal dan lebih dari 1000 orang menjadi korban represi.
TPU Pondok Ranggon di Jakarta Timur dipilih menjadi tempat memorialisasi tsb. Hal ini mengingat ada kuburan masal korban tragedi Mei yang dikubur di sana. Jumlahnya tidak diketahui pasti, karena banyak mayat yang sudah tidak teridentifikasi bentuknya. Kurang lebih ada seribuan walau batu nisannya hanya 113 buah.
Komnas Perempuan bersama Pemprov DKI melakukan memorialisasi dengan membangun prasasti Mei 1998 di sana. Mudah-mudahan akhir November prasasti itu sudah akan jadi. Ini langkah besar utk tetap merawat ingatan.
Utk tambahan informasi, sila klik juga http://cresposuper.blogspot.com/2014/05/aku-jatuh-cinta-pada-komnas-perempuan.html
Salam
siap kaak. nanti aku tambahin di postingan berikutnya~
DeleteSayangnya gue ga ikut -_-
ReplyDeleteKeinget pas jaman kerusuhan itu gue masih SD terus sore2 ngeliat banyak orang lalu lalang di jalan depan rumah bawa barang2 jarahan di Topaz (sekarang Roxy Square)
Foto pas di TPUnya mana ya?
aku baru lahir jadi saat itu aku masih gatau apa-apa .-.
Deletenanti kak ada part 2 nya hehehe
Gue inget saat itu umur gue masih 7 tahun, lagi disekolah disuruh pada bubar pulang. dan ah,,, lupakan saja agenda suram bagi rakyat
ReplyDeletejangan dilupakan kak. napak reformasi kan bertujuan untuk menolak lupa akan sejarah kelam tsb supaya kejadian kelam itu tidak terulang lagi ^^
Delete