Kotak Dalam Tanah

Seorang laki-laki datang membawa sebuah kotak kecoklatan yang ia dekap dengan tangan kanannya. Yang pada bagian atas kotak tersebut, warnanya telah memudar. Tangan kirinya membawa cangkul, hasil temuannya pada gudang di rumahnya. Dengan perlahan, dia berjalan menjauh dari rumahnya, entah kemana. 

Seorang laki-laki dengan mata yang memerah, yang saat ini sedang serius menatap jalanan panjang yang telah berhari-hari ia tempuh. Kapan aku sampai? Mungkin itu yang ia pikirkan. 

Seorang laki-laki terkadang berhenti begitu saja. Bergumam sebentar, lalu melanjutkan perjalanannya. Sesekali, ia menyeka yang tak hanya keringatnya, namun juga umpatan yang dia pendam selama perjalanan, yang berbuah menjadi air mata...

... sebab warna kotak yang ia bawa semakin memudar.

Seorang laki-laki akhirnya menemukan sebuah pondok. Dia kembali bergumam sambil memandang keseluruhan pondok. Mungkin untuk sekedar beristirahat saja menjadi suatu keputusan yang berat untuknya. Saat ia ingin melangkahkan kaki kembali, pandangannya tertuju pada seember air. 

Seorang laki-laki tersenyum, seraya membelokan langkah kakinya menuju ember tersebut. Diletakkannya kotak dan cangkul yang sedari dulu ia bawa. Lalu ia mulai mencelupkan tangannya ke dalam ember tersebut. Suhu air itu langsung menusuk tulangnya, "dingin sekali," akhirnya ia mengucapkan sesuatu. 

Seorang laki-laki lalu membasuh mukanya dengan air itu dan memasukkan beberapa mililiter ke dalam kerongkongannya. Ia kembali tersenyum, merasa kembali hidup. Dan ia memutuskan untuk tinggal. 

Seorang laki-laki itu hidup tak setenang yang ia bayangkan di pondok tersebut. Entah kenapa ia gelisah, dan menemukan sesuatu yang salah ketika ia berada di pondok ini. Sejenak tertegun, ia kembali terpaku oleh jalanan yang dulu ia lewati. "Haruskah aku terus berjalan?"

Seorang laki-laki itu beranjak dari duduknya, mengambil dan menyimpan air di kendi untuk ia bawa. Lalu kembali meraih kotak dan cangkulnya. Akhirnya ia meneruskan perjalanannya.

Seorang laki-laki itu terus dan terus berjalan. Semakin jauh, semakin ia merasa kotak yang ia bawa menjadi sangat berat. Dan kotaknya menjadi sangat rapuh. Namun ia terus berjalan. Saat ia mulai terasa lelah, ia meneguk air yang ia bawa. Membuat ia dapat melanjutkan perjalanannya lagi. Yang kemudian, semakin jauh ia berjalan, air yang ia bawa tak lagi dingin, tak lagi menyejukkan. Tak apa, setidaknya, masih bisa membasahi tenggorokannya yang kering, pikirnya. Ia pun masih menyimpan air itu baik-baik.

Seorang laki-laki itu tiba di ujung jalan. Ia berhenti. Tak ada jalan lain. Mungkinkah ini tempat yang ia tuju?

Seorang laki-laki itu terduduk. Memandangi kotak yang sedari dulu ia bawa. Yang semakin lama semakin berat. Entah apa yang ada di dalamnya, ia tak berani membuka. Ia menyeka keringatnya.

Seorang laki-laki itu kemudian membuat sebuah lubang dengan cangkulnya. Tanpa ia buka terlebih dahulu, ia memasukan kotak itu ke dalam lubang. Dan tanpa ragu ia menguburnya. Selesai sudah.

Seorang laki-laki itu tak mengijinkan satu tetespun air mata keluar dari pelupuk matanya. Semua sudah berakhir. Tak ada yang harus disesali, tak ada yang harus dipikirkan lagi. Perjalanannya yang panjang, telah usai sampai di sini.

Seorang laki-laki itu membuka kendinya, dan meneguk air yang ia bawa. Yang entah kenapa, rasanya sudah sangat berbeda. Warnanya pun menjadi keruh. Ia sudah tidak bisa meminumnya.

Seorang laki-laki itu kembali merasa putus asa. Kelelahannya selama ini tak cukup terbayar dengan mengubur kotak itu. Sekarang, air keruh itu membuat ia marah. Dengan amarahnya yang meluap, ia melemparkan kendi ke tanah. Kendinya pecah, air keruh itu tumpah dan perlahan, terserap ke dalam tanah.

Seorang laki-laki itu terdiam kembali. Menghela nafas dan menutup matanya. Hingga ia terlelap.



Seorang laki-laki itu terbangun karena tawa burung yang sedang istirahat di permukaan bumi. Yang tak terasa olehnya, waktu telah berjalan cepat seiring ia tertidur. Ia memutuskan kembali. Toh, perihal kotak, sudah ia kubur dalam-dalam.

Seorang laki-laki itu, saat beranjak pergi, tertegun dengan apa yang dilihatnya. Ia percaya betul, bahwa kotaknya telah ia kubur. Tapi sekarang, kotak itu terbuka. Bukan karena disengaja, namun karena air. Membuat kotak itu mengungkapkan apa yang ada di dalamnya.

Seorang laki-laki itu tak dapat membendung air matanya. Ia mau tak mau harus mengakui bahwa ia tak bisa melepaskan apa yang ada di dalam kotak tersebut. Sekalipun ia menggantinya dengan air, namun ternyata air itu yang membuat ia harus jujur dengan,



.... perasaannya.







Heung. Akhirnya ngepost lagi. 
Seharusnya ini post tahun lalu. Tapi entah kenapa nggak dilanjutin.
 Untung masih inget mau nulis apa. HAHA. OK SKIP. 
Dengan dipublishnya post ini, aku ngucapin banyak terima kasih buat kamu, yang mengajariku tentang bintang, walaupun masih ada bintang yang nggak aku tau, dan sampai sekarang belum tau juga, nggak apalah aku ikhlas. 
Seikhlas air yang hanya nemenin perjalanan kamu. 
Makasih ya, kak.

Comments

Popular posts from this blog

Kancut Keblenger Nobar Indonesia Lawak Klub

Tentang Renjana

Napak Tilas Reformasi - Memperingati Tragedi Mei '98