Jenuh

"Giliran jenuh malah balik ke blog!"
Yaa namanya juga jenuh. Cara mengalihkannya bisa ke hal yang baru maupun lama.

Sekarang-sekarang ini kalau sedang jenuh saya lari ke Instagram, buka akun receh lalu ketawa sepuasnya. Tapi lama-lama, kok jadi capek sendiri. Dan sifatnya sementara. Belum lagi kalau sepanjang pencarian akun receh nemuin konten-konten yang bikin makin khawatir sama bagaimana kelangsungan hidup saya dan anak cucu saya kedepannya. Ribut di mana-mana. Isi sosial media saya kalau bukan racun kosmetik yang bikin kantong jebol, ya kedengkian. 

Dan saya ternyata punya blog. Yang dulu waktu jaman SMP-SMA masih aktif nulis, aktif kopdar sama komunitas blogger. Sekarang malah sibuk joget dan ngeluh. Untung saya ingat kalau punya blog. 

Jadi, di sinilah saya. Di penghujung semester 7, abis benerin novel yang bakal dijadiin bahan skripsi pakai lem tembak karena kertasnya sudah banyak copot, yang minggu depannya akan menjalani ujian akhir semester untuk yang terakhir kalinya. Aaamiinn... 

Kuliah jadi masa yang terberat dalam hidup saya. Dibandingkan saat SMA, saya lebih mengenal banyak orang dengan berbagai karakter. Saya menggila di semester awal. Bukan hanya dengan banyaknya orang yang kemudian saya kenal, saya juga bertarung dengan diri sendiri. Melawan pikiran yang terus berlebihan. Tidak bisa mengendalikan emosi, jadi banyak menangis kesal menyendiri dan selalu pulang duluan. 

Untungnya, saya selalu pulang. Ke tempat di mana orang-orang selalu bersedia menerima saya apa adanya, di mana orang-orang selalu lebih jujur dalam menghadapi saya, di mana saya selalu rindu mereka. 

Untungnya, saya selalu menyempatkan untuk piknik. Secara harfiahnya, berkunjung ke sebuah taman lalu menggelar kain dan makan makanan yang sudah disiapkan dari rumah. 

Lalu, kenapa saya jenuh?

Karena terkadang, saya tidak bisa selamanya pulang dan menetap. Saya harus terus jalan dari titik satu ke titik yang lainnya. Mencoba ini dan itu. Biar tidak keenakan. Biar nggak nyuapin ego saya terus, begitu kira-kira.

Dan di perjalanan tersebut banyak tempat yang harus saya kunjungi berulang kali, banyak tempat yang saya sudah tidak nyaman namun masih saya paksakan, tetapi ada juga tempat yang dulunya saya tidak suka, sekarang malah nyaman di sana.

Akhirnya di pertengahan semester saya sudah lebih bisa mengendalikan emosi, menghadapi beberapa orang yang tidak jujur, meninggalkan orang-orang yang saya rasa menguras emosi, dan lebih memperhatikan orang-orang yang juga memperhatikan saya.

Bukan hanya lingkungan, namun apa yang saya dapat di bangku perkuliahan ternyata membuat saya jenuh. Tidak banyak perkembangan di kelas, malah lebih banyak dapat di klub atau organisasi. Atau saya nya saja yang males kelas? Kecewa dengan beberapa sistem kampus juga jadi salah satu faktor saya jadi cepat jenuh.

Lalu, pada saat-saat inilah saya jadi suka melamun.
Apalagi saat saya menemukan diary semasa SD. Di situ tertulis cita-cita saya, jadi penulis katanya.

Rasanya jadi seperti diingatkan kembali. Sebagaimana pun jeleknya tulisan saya, pasti akan saya tulis dan saya unggah di sini. Ada apa ya, dengan saya yang sekarang? Kenapa jarang sekali menulis? Saya jadi sedih. Tapi juga senang. Karena akhirnya saya kembali kepada apa yang benar-benar saya mau dan saya bisa.

Sebenarnya, selama ini saya sempat menulis, sih. Namun bukan dalam cerita yang panjang seperti ini, tapi dalam bentuk puisi yang saya rangkum dalam instagram story dan saya beri judul "tak terarah".

Kenapa tak terarah?
Karena saya sudah capek ngitung bait puisi Jepang yang hitungannya harus 5-7-5.

Puisi versi saya, saya buat suka-suka saya.

Halo, blog.
Saya kembali!

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Kancut Keblenger Nobar Indonesia Lawak Klub

Tentang Renjana

Napak Tilas Reformasi - Memperingati Tragedi Mei '98